Kesatria Perindu Surga

Sejarah, dilihat dari aspek keilmuan sangat penting untuk diketahui. Dari sejarah, setidaknya kita tahu bahwa pernah terjadi sesuatu yang besar yang sangat sulit kita temui pada masa kini. Dan, hal itu sangat berharga untuk kita lewati. Lebih-lebih sejarah kehebatan dan ketabahan para shahabat nabi yang tersaji dalam buku ini.

Dari serpihan kisah menakjubkan yang ada dalam buku ini kita akan menemukan sesuatu yang— insyaallah—sangat menggugah dan diharapkan bisa menumbuhkan semangat juang untuk agama, meski tentu saja cara yang harus digunakan sama sekali berbeda. Jika dulu perjuangan itu menggunakan goresan pedang, berbeda dengan hari ini yang lebih ke penggiringan opini dan yang lain. Namun demikian, minimal, dari buku sederhana ini kita bisa meniru totalitas para shahabat yang terus-menerus memperjuangkan tegaknya agama Allah dan Rasul-Nya.

Sejarah itu suatu hal yang terjadi. Bukan sesuatu yang tertulis. Sejarah itu kita, yang kelak akan menyejarah dan menjadi kisah klasik untuk masa depan. Ada yang alergi pada sejarah, padahal dirinya terlahir dari sejarah dan akan menjadi sejarah.

Seseorang belum bisa menyandang predikat mufasir kalau belum tahu sejarah. Ya, asbabun-nuzul dan nasikh-mansukh. Anda belum top menjadi Muhadits jika belum paham sejarah. Ya, asbabul-wurud, ilmu studi kritik hadis yang sudah menyejarah.

Seseorang belum bisa mendapat label Faqih jika tak paham sejarah. Ya, tarikh-tasyri’ dan ilmu metodologi fikih yang sudah menyejarah. Karena alergi sejarah, masyarakat Jahiliyah dianggap jahil semua. Karena alergi sejarah, masyarakat pra-Islam dianggap Paganisme semua. Karena alergi sejarah, Walisongo dianggap cuma sembilan orang saja. Karena alergi sejarah, menganggap gelar Kalijogo disebabkan menjaga kali. Karena alergi sejarah, al-Basthomi dipanggil al-Busthomi. Karena alergi sejarah, Syibromilsi dipanggil Syibromulisi. Karena alergi sejarah, Fir’aun dianggap nama seorang raja. Karena alergi sejarah, orang PKI dianggap berideologi atheis semua. So, sejarah itu everything is gonna be history.

Buku ini bercerita tentang sebuah perjuangan dan keberanian; tentang sesuatu yang seharusnya dibela; tentang suatu kemalasan yang seharusnya tak dibiarkan begitu saja. Ditulis dari referensi yang insyaallah bisa dipertanggungjawabkan, buku ini menjadi cukup nyentrik karena gaya bahasanya yang unik: bukan suatu yang klise jika hasil kajian historis kitab kuning yang digelar di bangku-bangku pesantren, dibungkus dengan bahasa yang renyah dan mudah, yang insyaallah tidak membosankan apalagi memberatkan pikiran.

Pada beberapa episode dalam buku ini, agama menjadi titik berat yang sangat diprioritaskan, bahkan melebihi totalitas seseorang kepada orang tuanya sendiri, seperti yang terjadi pada kisah Saad bin Abi Waqash dan Abu Ubaidah bin al-Jarah. Di sisi lain, menantang, bahkan menceburkan diri dalam kematian menjadi ciri khas dari 11 tokoh sahabat yang sangat pemberani ini.

Pada buku ini, harapan agar bisa menularkan keberanian dan mengencangkan mahabbah fid-din (cinta agama) kepada pembaca adalah prioritas utama yang selalu diupayakan. Karenanya, buku ini menjadi begitu pantas dimiliki oleh mereka yang ingin tergugah hatinya: bahwa di dalam perjuangan menegakkan kebenaran, selalu ada ending yang indah meski awalnya nampak mengerikan. Maka, bacalah! Dan, selamat tergugah, insyallah.

Penulis
LPSI Forum Kajian Sejarah

Ketua
Ali Imron

Anggota
Naim Hasan Basri, Fuad Aqil, Abd. Muhith ar-Rosi, As’adur Rofiq, M. Ridho’i, Abd. Muhit, Moh. Husni, Wildan Kholilurrohman, Khoirul Anam

Editor
Moh. Yasir Zuhri

Layout dan Desain Sampul
Imam Abd. Rosyid & Ali

Cetakan Pertama
Jumadal Ula 1440

Tebal
165 halaman