Dapatkan kejutan spesial dari kami hanya untukmu
Log In
No products in the cart.
Return To ShopRp65.000
Penyusun
Redaksi Majalah IJTIHAD
Editor
Syamsul Arifyn Munawwir
Tata Letak & Sampul Muka
zeffah
Tebal
x + 262 halaman; 14,5 x 21 cm
Cetakan I
15 Shafar 1430 H/10 Pebruari 2009
ISBN: 978-979-26-0427-6
Stok habis
Ternyata, melihat diri sendiri itu tidak mudah. Butuh ruang yang mesti kita sediakan untuk menempatkan berbagai kekurangan dan kesalahan. Bukan dipoles atau dilupakan. Tapi, menjadi gudang atau brankas, yang sesekali perlu dibuka. Menjadi aset untuk kesediaan selalu membenahi kekurangan dan tidak mengulang kesalahan. Hati mesti punya catatannya sendiri.
Di ruang itu, di depan cermin besar itu, kita memantasmantaskan diri. Sudah seperti apakah lelampah mereka, para masyayikh itu, membekas di hati kita? Atau cukupkah kita bangga—bagi saya sebagai keluarganya atau Anda sebagai santrinya—dengan hanya menceritakannya kembali kepada anak cucu kita?
Lalu, apa yang akan terjadi dengan cucu-cucu kita kelak. Tidak mustahil mereka akan melupakan kita karena kita tidak pernah berbuat apa-apa. Tidak ada yang heroik dalam hidup kita, selain nunut punya nama baik karena kebetulan punya mbah buyut atau guru yang baik.
Mereka para Masyayikh, membangun kemuliaan dengan cucuran keringat bening keikhlasan. Dengan tumpahan air mata. Tidak hanya di kebisingan siang, tapi juga di kesunyian malam. Dengan rasa lapar yang dibiarkan di tengah piringpiring yang penuh makanan. Karena, kemuliaan kadang memang harus dibangun dengan melawan diri sendiri. Sedang kita lebih sering memilih kalah oleh mimpi. Kita rebut ribut mengejar upo, dengan menginjak-injak tumpeng sebagai pijakannya. Kita bingung dengan diri sendiri.
Sedihnya lagi, kadang kita merawat kemuliaan “warisan” saja tidak becus. Apalagi mau membangunnya sendiri. Kita lebih senang “memanfaatkannya” daripada menjaganya. Padahal nilai kita adalah bagaimana bisa memperlakukan “warisan” itu utuh atau mungkin menambahnya lebih baik sampai kelak nanti.
Semoga dengan membaca buku ini, menjadi semacam ketukan pintu di hati kita. Dan, kita mau memulai sowan kita, setelah kita terlalu lama membiarkan jarak itu ada, bahkan semakin menganga.
Nanti, jika Tuhan berkenan mempertemukan kita dengan mereka, semoga mereka masih mengenal kita. Bahkan, syukur sekali jika mereka masih berkenan menyapa kita. Amin.
***
Lahir dari perjuangan Sayid Sulaiman, wali Allah keturunan Sunan Gunung Jati, Sidogiri terus bertahan tanpa pernah mati sejak lebih dari dua ratus tujuh puluh tahun lalu, yakni tahun 1718 atau 1745.
Kiai-kiai Sidogiri yang berpengaruh memiliki dua ciri khas: istikamah dalam ibadah dan khumul atau low profile, yakni tidak suka menonjolkan diri.
Dari khumul-nya, kiai-kiai Sidogiri biasanya tak begitu dikenal orang. Yang lebih dikenal adalah pesantrennya daripada kiainya. Dan dari khumul-nya kiai Sidogiri, dalam pergantian Pengasuh di Sidogiri kerap terjadi perebutan.
Bukan perebutan untuk menjadi Pengasuh, tetapi perebutan untuk tidak menjadi Pengasuh (!).
Nama-nama yang terkenal tak mau menjadi Pengasuh yang tercatat dalam sejarah pesantren salaf ini adalah KH. Abd. Adzim bin Oerip, KH. Noerhasan Nawawie, dan KH. Hasani Nawawie. Mereka mempunyai ilmu yang dalam, karisma yang besar, dan keistiqamahan ibadah yang tinggi, tetapi mereka tak mau menjadi Pengasuh. Tampuk kepengasuhan mereka serahkan pada kiai-kiai yang lain, bahkan yang lebih muda.
***
Dalam buku ini terangkum riwayat hidup 9 kiai Sidogiri, yakni (1) Sayid Sulaiman, Pendiri dan Pengasuh pertama; (2) KH. Nawawie bin Noerhasan, Pengasuh dan salah satu pendiri NU; (3) KH. Abd. Adzim bin Oerip, Sesepuh dan menantu Kiai Nawawie; (4) KH. Abd. Djalil bin Fadlil, Pengasuh dan menantu Kiai Nawawie; (5) KH. Noerhasan Nawawie, putra tertua Kiai Nawawie dan anggota Panca Warga; (6) KH. Cholil Nawawie, Pengasuh dan anggota Panca Warga; (7) KH. Siradj Nawawie, anggota Panca Warga dan Penasehat Majelis Keluarga; (8) KA. Sa’doellah Nawawie, anggota Panca Warga dan Ketua Umum; dan (9) KH. Hasani Nawawie, anggota Panca Warga dan Penasehat Majelis Keluarga.
Dalam riwayat hidup mereka juga terdapat sejarah penyebaran agama dan ilmu agama, perjuangan kemerdekaan RI, berdiri dan berkembangnya NU serta lembaganya, dan perkembangan keagamaan serta pendidikan di Pasuruan dan Jawa Timur.
Berat | 415 gram |
---|---|
Dimensi | 14 × 2 × 21 cm |
Hanya pelanggan yang sudah login dan telah membeli produk ini yang dapat memberikan ulasan.
Ulasan
Belum ada ulasan.